Dunia Organisasi

Sebetulnya tidak banyak yang diceritakan tentang keterkaitan Thalib dengan dunia organisasi. Sebab, meski temannya ada dimana-mana, dia kurang suka terikat dengan satu kelompok tertentu secara permanen sehingga mengganggu independensinya sebagai seniman. Yang jelas, ketika Thalib mulai masuk ke Surabaya, dunia politik negeri ini memang sedang panas. Terjadi percobaan kudeta di Jakarta. PKI melakukan pemberontakan, dilawan oleh tentara. Dan situasi perlawanan ini juga berimbas pada wilayah kesenian. Seniman Golongan Kiri dengan Lekranya, berhadapan dengan seniman yang berada dalam naungan kekuatan nasional dan agama. Read the rest of this entry »

Menjadi Manusia

Bagi seorang Thalib, meski telah bertekad menjadi seorang pelukis, tidak berarti lantas menyisihkan tanggungjawabnya sebagai kepala rumahtangga. Tujuan hidup yang dicanangkannya adalah untuk menjadi manusia. Sesuai dengan fitrah. Tidak jadi yang lain, misalnya jadi malaikat, jadi demit dan sebagainya. Jangan melanggar kodrat. Qadla dan Qadar. Usahalah sekuat tenaga, terserah hasilnya seperti apa. Yang penting terus melukis, mbuh dadine. Entah bagimana jadinya. Read the rest of this entry »

Pameran Usia Berlian

Tepat pada hari ulangtahunnya yang ke-75, Thalib menggelar pameran tunggal. Pameran itu merupakan pameran yang istimewa. Ibarat perkawinan, bukan lagi Kawin Perak atau Kawin Emas, tapi tingkatnya sudah Kawin Berlian. Menurut Thalib, cara seniman untuk memperingati ulangtahunnya sendiri ya dengan menggelar pameran. Dalam pelaksanaannya, pameran itu dengan sengaja dia persiapkan sebagai kerja yang mandiri, dibiayai sendiri, tanpa sponsor sama sekali, meski peluang untuk itu sebetulnya terbuka. Ketika ada yang hendak membantu dana, Thalib hanya menjawab, “beli saja karya saya.” Kalau toh disebut bantuan, justru datang dari keempat anaknya untuk kebutuhan acara pembukaan. Itupun bukan berupa uang tunai, melainkan konsumsi. Read the rest of this entry »

Bertekad Menjadi Pelukis

Berada dalam saudara kandung yang semuanya pandai menggambar, sejak kecil Thalib memang bercita-cita menjadi pelukis dan hanya dialah satu-satunya yang kemudian menekuni seni lukis sebagai profesinya. Saudara-saudaranya merasa heran dengan tekatnya. Sebagaimana anggapan umum, sulit dipahami bagaimana mungkin menjadi pelukis dapat dijadikan pekerjaan tetap dan sandaran hidup. Read the rest of this entry »

Pengagum Sunan Kalijaga

Setiap menyebutkan trahnya, dia bangga berada dalam garis keturunan Ki Ageng Wiro Lawe, Rengel. Konon, Wiro Lawe ini masih ada hubungan darah dengan Ranggalawe, yang dalam buku sejarah sekolah dikenal sebagai pemberontak Majapahit. Namun menurutnya, sebutan sebagai pemberontak ini bukan hal yang aib, karena yang diberontak adalah birokrasi (rezim) dan bukan nasionalisme. Justru orang yang ingin dikendalikan oleh Ranggalawe malah jadi pemberontak, yaitu Sura dan Kuti. Konon, Ranggalawe itu adalah korban intrik Kraton. Kebo Anabrang yang saat itu menjadi jagoan Majapahit, tahu betul bahwa posisi Ranggalawe benar.

Read the rest of this entry »

Bangga dengan Namanya

Lahir di Bojonegoro, 17 Juni 1931, sebagai anak keenam dari 9 bersaudara dari pasangan keluarga R. Wiroharjo dan Rr. Rusmini. Ayahnya seorang pamong desa, ibunya adalah juragan batik, keturunan ningrat Bataputih dan kerabat Ampel Surabaya. Namun Thalib lebih merasa sudah menjadi bagian dari keluarga Wiroprasojo yang tinggal di kawasan Dander, Bojonegoro yang mengangkatnya sebagai anak. Satu hal yang dikenang dari ayah kandungnya adalah, “dia menulis huruf latin dengan logat Jawa, seperti langsung mentranskrip hanacaraka.”

Read the rest of this entry »